Gula Jagung Dianggap Lebih Sehat Sebagai Pengganti Gula Putih, Ini Kata Pakar
By: Date: 21 Desember 2023 Categories: Gula

Suara.com – Gula adalah salah satu komponen nutrisi yang tidak bisa dipisahkan dari asupan sehari-hari, baik melalui makanan dan minuman rumahan maupun makanan dan minuman olahan. Terlebih saat ini, di mana industri kuliner berkembang pesat. Banyak minuman dan makanan kekinian yang memiliki rasa manis.

Meningkatnya penyakit kronis seperti diabetes dan obesitas, kerap menyasar gula sebagai pemicunya. Faktanya, gula dibutuhkan sebagai sumber energi, hanya saja cara yang salah dalam mengonsumsi gula, menjadi hal yang lebih penting untuk disosialisikan ke masyarakat.

Dijelaskan Dr. Noer Laily, M.Si, Perekayasa Ahli Utama BRIN, dalam industri pengolahan makanan, gula dibagi menjadi beberapa jenis. Pertama, gula alami dan gula sintetis. Yang termasuk termasuk gula alami adalah gula putih atau sukrosa yang dimurnikan, dekstrosa, fruktosa, gula kristal rafinasi, gula kelapa, gula aren, dan madu. Sedangkan gula sintetis misalnya sorbitol, manitol, isomalt, xilitol, dan lain-lain.

“Ada juga pemanis buatan pengganti gula, misalnya Asesulfam-K, Aspartam, Siklamat, Sakarin, sukralosa dan neotam. Menurut BPOM Pemanis (Sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan. Pemanis alami (Natural sweetener) adalah pemanis yang dapat ditemukan dalam bahan alam meskipun prosesnya secara sintetik ataupun fermentasi. Sedangkan pemanis buatan (Artificial sweetener) adalah pemanis yang diproses secara kimiawi, dan senyawa tersebut tidak terdapat di alam,” jelas Noer Laily.

Pemanis alami didapatkan dari bahan bahan alami dan memiliki kalori/ energi. Selain mengandung karbohidrat pemanis alami biasanya juga mengandung zat gizi lain seperti serat, mineral dan vitamin. Sedangkan pemanis buatan merupakan produk olahan dan tidak memiliki kalori atau nol kalori.

Ditambahkan Noer Laily, “Pada dasarnya gula merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Namun asupan gula yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan tubuh dan proses tumbuh kembang pada anak-anak. Kelebihan asupan gula biasanya dihubungkan dengan penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2 dan kanker.”

Menurut Noer Laily, asupan gula perlu dibatasi, dan yang perlu diingat adalah asupan gula yang dimaksud tidak hanya konsumsi gula alami seperti gula pasir, gula kelapa, atau gula yang biasanya ada dalam makanan dan minuman manis seperti kue kue, permen gula atau makanan apapun yang manis.

“Konsumsi pemanis buatan juga harus dibatasi. Pemanis buatan memiliki rasa manis yang lebih tinggi namun memberikan asupan energi yang lebih kecil atau tidak memberikan energi sama sekali. Meskipun memberikan kalori yang lebih kecil, konsumsi pemanis buatan sebaiknya tetap dibatasi,” lanjut Noer Laily.

Sesuai dengan regulasi pemerintah, jenis pemanis dan jumlah yang diperkenankan diatur sesuai dengan kategori pangan (Perka BPOM no 4/2004). Sebagai contoh berdasarkan regulasi keamanannya pemanis buatan Aspartame memiliki nilai ADI 40mg/Kg berat badan. 

Pada kategori minuman berbasis susu berperisa atau susu fermentasi (contoh minuman susu coklat dan minuman yoghurt) batas aman maksimumnya adalah 600 mg/kg, dan pada produk kembang gula/ permen sebesar 3000 mg/ kg.

“Pemanis alami dan pemanis buatan memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing sebaiknya sebagai konsumen dapat menentukan jenis pemanis mana yang paling baik bagi tubuh kita,” jelasnya.

Benarkah Gula Jagung Lebih Aman?

Gula jagung atau corn syrup adalah alternatif pengganti gula yang dianggap lebih sehat. Menurut Noer Laily, asupan gula jagung juga akan memberikan tambahan kalori, jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang dan jumlah yang berlebihan akan menimbulkan masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2.

“Masih ada pro dan kontra perihal klaim gula jagung lebih baik atau lebih buruk dari gula biasa. Gula jagung merupakan pemanis dari jagung yang biasanya diolah menjadi sirup tinggi fruktosa. Konsumsi fruktosa dalam jumlah yang tinggi dapat menyebabkan kerja liver menjadi bertambah. Intinya jika ingin sehat kurangi asupan gula dalam bentuk apapun, baik gula maupun pemanis,” terangnya.

Kadang masyarakat juga belum terinformasi dengan baik bahwa gula biasa di susu kental manis justru lebih aman daripada gula sintetis. Makanan yang mengandung pemanis buatan atau sintetis, lanjutnya, sebaiknya tidak dikonsumsi secara rutin apalagi berlebihan karena akan berdampak terhadap kesehatan tubuh. 

Gula sintetis tidak bisa diberikan pada balita. Sebagai contoh beberapa penilitian menunjukkan bahwa konsumsi pemanis buatan jika dikonsumsi berlebihan justru akan meningkatkan berat badan, dan meningkatkan resiko penyakit degeneratif.

Bijak Mengonsumsi Gula dan Kedepankan Menu Gizi Seimbang

Dr Elvina Karyadi, SpGK, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) menjelaskan, pola makan masyarakat saat ini memang didominiasi trend makanan yang serba cepat yang kadang tidak memilih gizi seimbang.

Menurut Elvina, harusnya masyarakat mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak dibatasi tidak boleh lebih dari 25 persen total kalori. Selain itu, dengann membatasi gula di mana anjuran konsumsi gula oleh Kemenkes tidak boleh lebih dari 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per hari.

“Gula termasuk karbohidrat dan kita tetap perlu karbohidrat tapi kompisisi makanan kita harus diperhatikan, jangan banyak gula tapi rendah protein, itu yang tidak sehat,” paparnya.

Bagaimana menjaga asupan gula agar tidak berlebihan? Karena banyak yang tidak menyadari mengonsumsi gula yang ditambahkan misalnya tidak hanya dari yang diminum tapi banyak gula yang tersembunyi dalam makanan dan dikonsumsi secara berlebihan, misalya dari snack atau kudapan yang kita makan, minuman manis, dan minuman dengan pemanis dalam kemasaan.

Menurut Elvina, masyarakat perlu diedukasi agar cerdas dalam mengonsumsi gula dan mengedepankan pola makan sehat dengan gizi seimbang.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes menambahkan, Kemenkes terus berupaya mengedukasi masyarakat agar bijak mengonsumsi makanan olahan terutama yang mengandung gula tinggi.

Ada beberapa cara untuk mengurangi asupan gula setiap hari dengan cara mengurangi konsumsi makanan olahan yang mengandung gula, garam, dan lemak yang tinggi seperti contohnya adalah cemilan berupa biskuit, kue dan camilan lainnya. Masyarakat disarankan mengonsumsi makanan dalam bentuk yang asli contohnya bisa didapatkan di buah-buahan segar.

Kemudian, mengurangi konsumsi makanan atau minuman yang memiliki gula tambahan dalam sajiannya seperti yang bisa kita temukan pada minuman bersoda, permen, hingga jus buah yang diberikan pemanis lagi. Biasakan membaca nilai informasi gizi dari setiap makanan atau bahan makanan yang anda beli, sehingga kita bisa menakarnya sesuai dengan anjuran di atas.

Selain itu, Eva menekankan, untuk memperbanyak konsumsi sayur, buah-buahan, dan susu rendah lemak dan rutin mengontrol asupan gula per hari dengan rutin melakukan pengecekan gula darah. Hal ini juga dapat membantu untuk mengetahui reaksi tubuh saat mengonsumsi makanan sehingga tubuh bisa menyesuaikan diri dengan makanan yang disantap.

https://www.suara.com/health/2023/12/21/220030/gula-jagung-dianggap-lebih-sehat-sebagai-pengganti-gula-putih-ini-kata-pakar