Hipertensi di Dunia 9,4 Juta Kasus per Tahun, Lebih Gawat dari Covid-19?
By: Date: 20 Februari 2020 Categories: hipertensi,mengatasi hipertensi,Risiko Alami Hipertensi


Suara.com – Hipertensi di Dunia 9,4 Juta Kasus per Tahun, Lebih Gawat dari Covid-19?

Di balik virus corona atau Covid-19 yang sedang menjadi momok di seluruh dunia, masih ada beberapa penyakit yang jumlahnya lebih banyak dan bahkan terus meningkat tiap tahunnya, salah satunya adalah hipertensi.

Dipaparkan oleh Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi, dr Tunggul D Situmorang, SpPD-KGH, FINASIM, tiap tahunnya di seluruh dunia tercatat ada hampir 9,5 juta kasus hipertensi. Menurutnya, jumlah ini adalah bahaya yang begitu besar.

“Coba kita bayangkan, hipertensi hampir 9,5 juta per tahun (di seluruh dunia). Bahaya yang begitu besar yang kita anggap, bahkan kita tidak anggap mungkin. (Hipertensi) ini berjalan terus, meningkat terus,” kata dr Tunggul saat ditemui di Kantor Sekretariat InaSH, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2020).

Tanpa mengecilkan kasus virus corona, menurut dr Tunggul, nantinya wabah tersebut bisa hilang mungkin dalam dua atau tiga bulan lagi. Akan tetapi kematian dan kecatatan akibat hipertensi masih sangat mengerikan.

Hipertensi kerap menjadi penyakit yang tidak terdeteksi. Bahkan 90 persen hipertensi atau disebut hipertensi primer tidak diketahui apa penyebabnya, dan 10 persen sisanya merupakan bawaan dari penyakit yang diidap.

Penyakit tekanan darah tinggi ini juga berpotensi besar merusak organ-organ (atau yang selanjutnya disebut target organ). Yakni semua organ yang mempunyai pembuluh darah, baik pembuluh darah yang kecil sampai yang besar.

Di Indonesia, prevalensi hipertensi meningkat dari tahun 2013 ke 2018, dilihat dari survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Riskesdas 2013 menunjukkan hipertensi memiliki prevalensi 25,8 persen, angka ini naik tajam di Riskesdas 2018, yakni 34,1 persen.

“Jadi artinya sudah banyak kita buat penyuluhan, segala macem, dia meningkat. Dia harusnya yang paling ditakuti, tapi sebenarnya bisa dicegah atau dihindari,” pungkas dr Tunggul.

Let’s block ads! (Why?)