Jangan Salah, Ini Perbedaan Darah Rendah dan Kurang Darah
By: Date: 10 Januari 2024 Categories: Gejala dan Kondisi Umum,kurang darah

Beberapa orang mungkin masih mengartikan kurang darah sebagai darah rendah ataupun sebaliknya. Meski beberapa gejalanya memang serupa, ternyata ada perbedaan yang signifikan antara kurang darah dan darah rendah.

Perbedaan darah rendah dan kurang darah

Meski dokter bisa membedakan keduanya saat Anda memeriksakan diri, penting untuk membekali diri sendiri tentang perbedaan anemia dan hipotensi menggunakan informasi berikut.

1. Perbedaan definisi

Darah rendah atau hipotensi adalah kondisi saat tekanan darah (tensi) Anda kurang dari 90/60 mmHg.

Angka 90 menyatakan kuatnya tensi ketika jantung berkontraksi (sistolik). Sementara itu, 60 menyatakan tekanan saat jantung relaksasi (diastolik).

Sementara itu, kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah atau eritrosit.

Orang dewasa didiagnosis dengan anemia ketika kadar hemoglobinnya (protein dalam eritrosit) di bawah 13,5 gr/dl untuk laki-laki dan 12 gr/dl untuk perempuan.

Untuk mengetahui nilai tekanan sistolik dan diastolik Anda, dokter cukup menggunakan alat bernama sfigmomanometer atau tensimeter.

Sementara itu, untuk mengetahui jumlah eritrosit, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium.

2. Beda gejala kurang darah dan darah rendah

Baik hipotensi maupun anemia sama-sama sering terjadi tanpa gejala, terutama jika kondisinya masih cukup ringan. Keduanya juga memiliki berbagai gejala yang mirip, seperti:

  • pusing,
  • kulit pucat,
  • napas pendek,
  • lemas,
  • sesak napas, dan
  • pandangan kabur.

Namun, ada satu gejala yang kerap ditemukan pada pasien anemia tetapi tidak ada pada hipotensi, yaitu kuku rapuh dan rambut rontok. Kondisi ini sering ditemukan pada pasien jenis anemia defisiensi zat besi.

3. Perbedaan penyebab darah rendah dan kurang darah

Meski bisa diproduksi oleh beberapa bagian tubuh, sebagian besar eritrosit diproduksi di dalam sumsung tulang belakang.

Sel ini akan bertahan selama 90–120 hari sebelum mati dan diperbarui lagi. Proses produksi ini diatur oleh hormon eritropoietin.

Selain siklus produksi yang terlalu cepat, laman Penn Medicine menyebutkan bahwa anemia juga bisa terjadi karena berbagai kondisi berikut.

  • Kekurangan zat besi atau vitamin B12.
  • Kehamilan, khususnya jika ibu kekurangan asam folat.
  • Obat-obatan tertentu, seperti anti-inflamasi nonsteroid (NSAID), penisilin, atau obat antimalaria.
  • Penyakit kronis, seperti kanker, ginjal, kolitis ulseratif (radang usus besar), atau radang sendi (rheumatoid arthritis).
  • Keturunan, seperti anemia sel sabit atau thalasemia.
  • Gangguan pada sumsum tulang belakang, seperti leukemia, limfoma, atau anemia aplastik.
  • Perdarahan dalam jumlah banyak, misalnya menstruasi berat.
  • Perdarahan hebat.

https://hellosehat.com/kelainan-darah/darah-lainnya/komponen-darah-manusia/

Sementara itu, berikut adalah beberapa kondisi yang bisa menyebabkan hipotensi.

  • Dehidrasi.
  • Stres.
  • Infeksi dan sepsis.
  • Perdarahan dalam, misalnya luka pada dinding lambung.
  • Obat-obatan untuk hipertensi, diuretik, depresi, hingga gangguan jantung.
  • Gangguan jantung, seperti bradikardia, serangan jantung, hingga gagal jantung.
  • Gangguan sistem saraf, seperti penyakit Parkinson atau Addison.
  • Kehamilan.
  • Gangguan hormon, misalnya karena penyakit tiroid.
  • Kekurangan nutrisi tertentu, seperti vitamin B12, zat besi, atau asam folat.
  • Reaksi alergi parah (anafilaksis).

Perubahan posisi tubuh secara mendadak juga bisa menyebabkan hipotensi. Contohnya ketika Anda tiba-tiba berdiri setelah duduk dalam jangka waktu yang lama.

Kondisi yang disebut dengan hipotensi ortostatik atau hipotensi postural ini bisa menyebabkan pusing, kepala berkunang-kunang, hingga pingsan.

[key-takeaways title=”Tahukah Anda?”]

Pusing yang muncul tiba-tiba saat Anda berdiri disebabkan oleh derasnya sirkulasi ke kaki akibat pengaruh gravitasi. Hal ini bisa menurunkan sirkulasi ke jantung sehingga tekanannya pun ikut menurun.

[/key-takeaways]

4. Cara mengatasi hipotensi dan anemia

pencegahan anemia

Karena penyebabnya berbeda, cara menangani anemia dan tensi rendah juga berbeda. Pengobatan keduanya juga perlu disesuaikan dengan kondisi yang mendasarinya.

Secara umum, pengobatan anemia dilakukan dengan cara pemberian suplemen zat besi, vitamin B12, atau asam folat, tergantung zat gizi yang Anda butuhkan.

Jika anemia disebabkan oleh kekurangan hormon eritropoetin, dokter bisa memberikan suntik hormon.

Sementara itu, pasien anemia dengan kadar hemoglobin kurang dari 8 gr/dl biasanya membutuhkan transfusi.

Pada kondisi yang lebih parah, seperti penyakit kanker atau kelainan darah berat, pasien mungkin membutuhkan transplantasi sumsung tulang belakang.

Sementara itu, sebagian besar kasus hipotensi (khususnya hipotensi ortostatik) biasanya tidak membutuhkan penanganan khusus karena bisa membaik dengan sendirinya.

Namun, jika kondisi tersebut berlangsung terus-menerus atau tidak membaik dengan sendirinya, Anda bisa menggunakan stoking kompresi.

Stoking tersebut akan melancarkan sirkulasi dari kaki ke jantung sehingga meningkatkan tensi Anda.

Selain itu, karena anemia dan hipotensi sama-sama bisa disebabkan oleh pengobatan, dokter juga bisa menyarankan obat pengganti dengan manfaat serupa.

Langkah tersebut dapat membantu meredakan gejala dan mencegah komplikasi. Akan tetapi, pastikan Anda hanya mengganti obat sesuai dengan saran dokter.

Perbedaan hipotensi dan anemia memang sering kali sulit dikenali, terlebih jika kondisinya masih berada di tahap awal.

Oleh karena itu, jika Anda sering pusing, lemas, atau merasakan gejala di atas, segeralah pergi ke dokter untuk mengetahui penyebab pastinya.

Hello Health Group dan Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, maupun pengobatan. Silakan cek laman kebijakan editorial kami untuk informasi lebih detail.

https://wp.hellosehat.com/sehat/gejala-umum/beda-darah-rendah-kurang-darah/?utm_source=rss&utm_medium=rss&utm_campaign=rss