Penyebab Matahari Terbit Lebih Awal di Bulan November – CNN Indonesia
By: Date: 3 November 2021 Categories: Sains

Jakarta, CNN Indonesia —

Peneliti Pusat Sains dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Andi Pangerang menyebut puncak matahari terbit lebih awal di Indonesia ada di awal November.

Hal tersebut menyebabkan siang lebih panjang, karena terang datang lebih awal di pagi hari. Andi mengatakan secara astronomis, Matahari akan terbit lebih awal untuk belahan Bumi Selatan.

Matahari terbit lebih awal akan terjadi ketika sumbu rotasi Bumi bagian selatan lebih dekat dengan Matahari yaitu pada solstis Desember, yang tepatnya akan terjadi setiap 22 Desember.


Sedangkan di belahan Bumi Utara, Matahari akan terbit terlambat karena sumbu rotasi Bumi bagian utara itu menjauhi matahari. Kondisi itu terjadi sebagai bagian dari gerak semu Matahari.

“Sebaliknya pada saat solstis Juni belahan utara atau sumbu rotasi Bumi utara akan condong ke Matahari sehingga matahari akan terbit lebih cepat, sedangkan di belahan selatan sumbu rotasinya akan menjauh sehingga Matahari akan terbit lebih lambat,” ujar Andi kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.

Puncak Awal November

Andi juga menyebut jika kemiringan sumbu Bumi menjadi faktor lain yang menyebabkan Matahari terbit lebih cepat.

Kemiringan sumbu Bumi disebut bervariasi yang dinyatakan sebagai nilai deklinasi matahari yaitu kemiringan sumbu relatif terhadap kutub langit atau posisi relatif Matahari yang diukur dari garis khatulistiwa.

Pada saat Ekuinoks Maret, nilai deklinasi Matahari nol yang artinya sumbu rotasi Bumi akan tegak lurus menghadap Matahari. Jadi tidak ada belahan Bumi manapun yang lebih condong ke Matahari baik bagian Utara maupun Selatan.

Pada saat solstis di mana sumbu Bumi akan condong ke Matahari, pada satu belahan bumi tertentu akan menghasilkan nilai deklinasi Matahari positif.

Sementara, pada saat belahan lain jauh dari Matahari maka deklinasi Matahari itu nilainya paling negatif.

Kombinasi dari kelengkungan orbit bumi atau kemiringan sumbu bumi itulah yang menyebabkan Matahari akan terbit lebih cepat jika diukur menggunakan jam Matahari rata-rata. Puncaknya terjadi di sekitar awal November.

“Dampaknya pada Perata waktu ini apa? Jadi pada saat sumbu rotasi bumi bergerak dari solstis menuju ke ekuinoks waktunya akan semakin lambat. Sedangkan dari ekuinoks ke solstis itu waktu akan semakin cepat,” kata Andi.

Pembagian waktu yang digunakan Indonesia, yakni WIB, WITA dan WIT merupakan jam Matahari rata-rata yang merujuk pada media atau bujur pertama lokal. Hal itu membuat jam Matahari ini menganggap waktu selama satu hari akan tetap 24 jam.

Akan tetapi waktu tengah tidak selalu jatuh pada pukul 12.00 melainkan bervariasi antara pukul 11.44 hingga 12.14.

“Sementara kalau kita menggunakan patokan dengan jam Matahari sejati yaitu jam yang ditujukan oleh bayangan Matahari maka tengah hari itu akan selalu menunjukan pukul 12.00,” tutup Andi.

Perihelion dan Aphelion

Tak hanya itu, penyebab lain Matahari terbit lebih cepat adalah berdasarkan nilai salah satu parameter untuk menentukan waktu yang disebut perata waktu (equation of time).

Dijelaskan Andi, perata waktu ini sebenarnya adalah selisih antara jam sejati yang ditunjukkan oleh bayangan matahari dengan jam rata-rata.

Perbedaan jam dari jam sejati dengan jam rata-rata juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk kelengkungan orbit Bumi yang tidak benar-benar nol, melainkan 1/60.

Bumi itu akan berada di titik terdekat dengan Matahari atau disebut juga dengan titik perihelion dan Bumi juga kadang berada di titik terjauh dari matahari atau disebut aphelion.

“Pada saat Bumi bergerak dari perihelion menuju aphelion itu waktu akan terasa lebih lambat. Kenapa? Karena kecepatan revolusi Bumi itu semakin berkurang, sedangkan dari aphelion menuju perihelion nilai kecepatan revolusi bumi akan semakin besar sehingga waktu akan terasa lebih cepat,” jelas Andi.

(ttf/fjr)

[Gambas:Video CNN]