Deklarasi Pentahellix Menuju Ending AIDS 2030 – Pakuan Raya
By: Date: 28 Oktober 2021 Categories: berita kesehatan,Health,Health Info,kesehatan
Sosialisasi rencana aksi daerah Forum Masyarakat peduli AIDS Jawa Barat. Yusman | Pakar

MEGAMENDUNG – Angka kesakitan karena HIV dan AIDS terus mengalami peningkatan. Upaya pencegahan dan penanggulangan sudah banyak dilakukan, akan tetapi pendekatan medis semata tidak cukup mampu menyelesaikan masalah.

Untuk itu, upaya yang dilakukan memerlukan keterlibatan multi pihak. Karena HIV dan AIDS merupakan epidemi yang dipengaruhi oleh banyak factor, seperti sosial budaya, ekonomi, politik, termasuk relasi gender (budaya partriarkhi-red).

Ketua Presidium Forum Masyarakat Peduli AIDS Jawa Barat, Danil Ramadhan, SE, mengatakan, HIV dan AIDS merupakan issue global yang harus dengan serius ditangani, karena telah menjadi salah satu ancaman bagi keamanan manusia (Human Security).

Dewan Keamanan PBB (The United Nations Security Council) untuk melakukan usaha yang bersejarah, mengadopsi resolusi 1308 yang tidak hanya menyatakan isu kesehatan untuk pertamakalinya, namun juga secara spesifik mengkaitkan penyebaran HIV dan AIDS dengan pemeliharaan kedamaian dan keamanan global.

Penyebaran virus tersebut telah terus terjadi baik di negara maju maupun berkembang bahkan terbelakang. Indonesia menjadi salah satu negara yang berkontribusi dalam peningkatan kasus HIV di dunia khususnya di Asia Tenggara.

“Tentunya hal ini bukan sesuatu hal yang menyenangkan mengingat Indonesia begitu memiliki banyak potensi untuk juga berkemajuan dalam segala bidang,” ujar Danil saat zoom meeting dengan Dinkes, KPA Kabupaten Bogor di Hotel Megamendung Permai, Kamis (28/10/2021)

Sejalan dengan target global untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030, Indonesia telah menetapkan untuk mencapai 90-90 -90 dan three zero/3.0 HIV AIDS dan PIMS pada tahun 2020-2024. Berdasarkan estimasi tahun 2020, diperkirakan akan terdapat 543.100 orang dengan HIV (ODHIV).

Laporan Sistim Informasi HIV AIDS (SIHA) Kementerian Kesehatan RI bahwa pada 31 Maret 2020 pada bulan Desember 2019 menunjukkan terdapat sebanyak 511.955 ODHIV yang telah mengetahui status terinfeksi HIV, dan terdapat 319.618 kasus Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS).

“Dengan urutan DKI Jakarta, Papua, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jika dilihat dari kondisi diatas bahwa Jawa Barat menjadi salah satu Propinsi dalam urutan Lima Besar di Indonesia,” bebernya

Laporan analisa situasi penemuan kasus dan pengobatan HIV Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat per Bulan Juni 2021, di Provinsi Jawa Barat dari Estimasi ODHIV sebesar 64.635, baru bisa ditemukan sebanyak 51.553 atau baru sebesar 80%. Selanjutnya dari angka temuan tersebut yang sudah melakukan On ART baru mencapai 19.597 kasus, atau baru 30% serta yang baru status Viral Load nya Tersupresi baru 6.457, atau baru sekitar 10%.

Capaian di atas, menunjukan menunjukan bahwa progress capaian intervensi program belum sesuai dengan tujuan yang telah disepakati bersama. Selain itu capaian tersebut menggambarkan bahwa intervensi program yang sekarang dilakukan masih bersifat Parsial, belum Terkoordinasi dengan baik, belum mampu merangkul semua Elemen untuk Berkolaborasi dengan elok dan harmonis. Masing masing elemen yang berkepentingan masih tergambarkan berjalan masing masing dan tidak saling melengkapi.

Hal tersebut terjadi, karena kabupaten/kota di Jawa Barat, dalam melakukan intervensi program belum disatukan dalam bersinergi dan Rencana Kerja atau Roadmap yang jelas. “Hampir kebanyakan Kabupaten/Kota di Jawa Barat belum memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanggulangan HIV dan AIDS sebagai guideline,” terangnya.

Meski demikian, Forum Masyarakat Peduli AIDS Jawa Barat menilai bahwa giat giat di lapangan masih terus berjalan oleh beberapa elemen, baik pemerintah dan mayarakat. Hal tersebut bisa menjadi Potensi Besar dalam berkontribusi terhadap pencapaian tujuan yang disepakati bersama. Potensi semua sektor dan unsur ini perlu dirangkul dan disatukan kembali melalui komitment bersama, yang dipopulerkan dengan istilah Pentahelix (ABCGM; Akademisi, Bussines, Comunity , Goverment, dan Media).

Harapannya, Kolaborasi Pentahelik ini akan mendorong adanya Dokumen rencana aksi Daerah. =YUS